abu bakar mangun

Rabu, 24 April 2013

PEMENUHAN HAK DASAR RAKYAT: Transpormasi Relasi Kuasa Negara – Rakyat*

Purwo Santoso**


‘Pemenuhan hak-hak dasar rakyat’ adalah tuntutan yang ambisius.Tuntutan ini melekat dalam gagasan tentang demokrasi ataupunkedaulatan rakyat.Ironisnya, derasnya wacana ‘demokrasi’ yangberedar selama ini justru menjadikan kita tidak menyadari betapaambisiusnya tuntutan ini.Capaian dalam mewujudkan demokrasi,misalnya keberhasilan menyelenggarakan pemilihan umum denganbaik, telah mengecoh kita seolah-olah hak-hak dasar rakyat telahterpenuhi.Kita termakan oleh retorika demokrasi yang kita buatsendiri.
Agar kesulitan dalam memenuhi tantangan dalam mewujudkan hakhakdasar rakyat, tulisan ini sengaja tidak membahas tentang apaitu hak-hak dasar. Yang jelas, ketika memperjuangkan hak-hakdasar rakyat, diam-diam kita mengharapkan negara akan bertindakuntuk itu. Harapan ini mengemuka karena kita dikenalkan dengangagasan kedaulatan rakyat.Oleh karena itu, sebelum secara lebihrinci membahas tentang problematika mewujudkan hak-hak rakyat,perlu kiranya kita memahami persoalan kedaulatan rakyat ini.

1. MENGURAI TEKA-TEKI,MEMENUHI PRA-SYARAT:RAKYAT BERDAULAT

Gagasan tentang ‘pemerintahan yang demokratis’ dibangun diataspremis bahwa rakyat adalah sumber keabsahan kekuasaanpemerintah.Asumsi ini disangga asumsi dasar bahwa rakyat adalahpemilik negara (citizen), dan oleh karenanya, rakyat adalahpengendali jalannya pemerintahan di negara tersebut.Repotnya,yang dalam praktek terlahir lebih dahulu bukanlah semangatberdemokrasi melainkan organisasi kekuasaan bernama ‘negara’,atau ‘pemerintah’.Sehubungan dengan hal ini, ada dua catatanpenting.

Pertama, proses pelembagaan tata pemerintan yang demokratisterbebani oleh keharusan untuk memenuhi persyaratan dasar yang“mestinya” sudah dipenuhi sejak awal: kedaulatan rakyat. Kita tidaktidak bisa take for granted bahwa kedaulatan rakyat sudah ada,sehingga pemenuhan hak-hak dasar bisa direduksi sebagai programkerja pemerintah.

Kedua, esensi dari upaya mewujudkan pemerintahan yangdemokratis, adalah mengoreksi relasi kuasa.Titik akhir dari koreksiini adalah kekuasaan negara betul-betul merupakan ekspresi‘kedaulatan rakyat’. Hal ini ditandai oleh ada kesesuaian antara apayang dikehendaki oleh rakyat dengan yang diputuskan olehpemerintah. Adanya sejumlah warga negara yang ikutmenyelenggarakan pemerintahan karena menang dalam pemilihanumum, sama sekali tidak mendongkrak kedaulatan rakyat.Pemilihan umum mentransformasi mereka, yang tadinya adalah rakyat jelata, menjadi penguasa menundukkan rakyat denganhukum-hukum yang dibuat. Tidaklah realistis mengharapkan parapeserta pemilu, yang telah bertaruh dengan modal besar, sebagaiekspresi kedaulatan rakyat.

Dengan mendudukkan demokratisasi sebagai persoalan relasi kuasaantara negara dengan rakyat, terbentang dihadapan kita sebuahteka-teki: bagaimana transformasi pola relasi kuasa tersebut berlangsung ? Dalam menjawab teka-teki ini perlu kita ingat bahwa,dalam prakteknya negara bukan produk dari proses dan aktualisasisemangat kerakyatan. Negara adalah hasil dari penguasaan rakyat.

Dalam prakteknya, kontrak sosial tidaklah lebih dari sekedarretorika untuk menjustifikasi kekuasaan yang sudah beroperasi.Mekanisme saling menagih diantara kedua belah fihak yang“terlibat” dalam kontrak, tidak pernah disiapkan secara seksama.Kalaulah gagasan tentang kontrak sosial hendak dipakai sebagaiacuan berfikir, perlu disadari betapa ambisiusnya kalau rakyatdiharapkan mengembangkan instrumen untuk mengendalikannegara, dan betapa tidak realistisnya mengharapkan penguasanegara menjerat dirinya dengan kontrak sosial tersebut.

Singkat cerita, tantangan dasar dalam pengembangan tatapemerintahan yang demokratis di negeri ini adalah memahami danmengelola transformasi pola relasi kuasa antara negara dan rakyat.Siapa yang memotori proses transformasi? Apa saja yangditransformasikan? Bagaimana urutan dalam proses transformasi?

Apa yang memastikan proses transformasi berlangsung? Wacanadan upaya melembagakan tata pemerintahan yang demokratis,sepanjang yang saya amati sejauh ini, tidak didasari pemahaman akan teka-teki ini. Walhasil, berbagai upaya telah dilakukan namuntidak ada kejelasan apa yang sudah selesai dilakukan dan apa lagiyang harus dituntaskan.

2. TRANSFORMASI RELASI KUASA

Kesulitan dan kerumitan untuk mempolakan interaksi negararakyatyang demokratis terkendala oleh banyak hal, namun perludisadari bahwa salah satu problem kuncinya adalah ketidakjelasan dan ketidaksepakatan dalam penjabaran konsep. Kalau apa yangdimaksudkan pun tidak jelas, bagaiama mewujudkannya.

a. Lebih Jauh tentang Rakyat:Warga Negara, Masyarakat, Penduduk, Voters, Konstituen.

Sebelum membahas lebih jauh tentang menjaminan hak-hak rakyat,ada baiknya kita cermati sejenak seperti apakah sosok rakyat dalamperpolitikan di negeri ini.Para pejabat lebih suka menggunakanistilah masyarakat, dan rakyat termasuk para analispun ikut.Kosep‘rakyat’ atau ‘warga negara’ jarang dipakai, kecuali untukkepentingan retorik.Sementara yang dijadikan acuan kerja olehbirokrasi pemerintahan adalah ‘penduduk’.Bagaimana menjaminhak-hak dasar warga negara, konsep atau bingkai pemikiran untukitupun tidak jelas.

Penggunaan istilah-istilah itupun sangat parsial. Meskipun ketikamusim pemilu kata voters begitu sering disebut-sebut di arenapublik, namun ketika sang voters membayar pajak, implikasi darivote tidak mengantarkan mereka bersatatus sebagai tax-payersyang berhak mendapatkan pertanggungjawaban dari negara.Berbeda dengan yang terjadi di negara-negara industri, tax payermerupakan istilah yang “menghantui” keputusan pejabat negara.

Ketika menjalin interaksi dengan negara, tidak selalu berinteraksidalam kapasitas individual. Lagi pula, kapasitas mereka juga tidaksama. Kita tahu, ada sebagian kecil yang berstatus dan menggunakan posisi strategis sebagai elite, dan mayoritas lainnyaadalah massa yang relatih mudah digerakkan dan dikecoh. Selamaini, mereka kita anggap sebagai satu kesatuan (kategori) yanghomogen, yakni rakyat. Jelasnya, ketika dipakai, terminology ‘rakyat’ mengisyaratkan semua sama, padahal diantara mereka adaeksploitasi, friksi dan ketegangan.

Selanjutnya, ketika berinteraksi dengan negara, keterlibatan rakyatini selalu dalam nuansa kewarganegaraan. Bukan sajakewarganegaraan---dalam arti peran otonom individu-individu dihadapan negara---tidak selalu selalu ada dalam kadar yangberbeda, para individu sebetulnya berhadapan dengan negara dalamkolektifitas. Mereka bahkan memiliki wadah dan identitias kolektifyang berakena ragam: sebagai ummat (ketika sedang bergabungdalam loyalitas keagamaan); sebagai anak adat ketiga sedang dalammasyarakat adat; sebagai putra daerah ketika sedang menolakkehadiran kalangan profesional dari suku lain, sebagai alumni, dansebagainya. Tidak sedikit dari mereka yang mengorganisir dirisecara rapi bahkan memiliki organisasi yang sosoknya sepertinegara.NU dan Muhammadiyah, misalnya, memberlakukanpembagian tugas diantara para aktifisnya dengan caya negara.

Point yang hendak disampaikan disini adalah bahwakewarganegaraan, dalam banyak kasus menjadi pembingkaikebersamaan yang terlampau besar lalu ditinggalkan.Aksi kolektifmereka lebih efektif dikelola dalam lingkup yang mereka sangguhmengakses, yakni lingkup keummatan, kedaerahan, lingkupkesamaan almamater dan seterusnya. Silang menyilang antar berbagai wadar solidaritas inilah yang menjadikan keindonesiaanmasih terjaga. Hanya saja, keindonesiaan ini tidak dengan sertamertamemiliki kemampuan menjamin.Keindonesia terpeliharahanya karena disain alamiahnya (kalau bukan sekedar kebetulan)berwatak silang-menyilang.Dengan sejumlah pengecualian,birokrasi pemerintah memang berhasil merajut solidaritas lintasagama, lintas suku, lintas daerah dan sebagainya.Namun, birokrasiIndonesia “dibajak” oleh kolektivitas sub-nasional tadi. Dalamkesempatan lain, birokrasi pemerintah “membajak” tokoh-tokohdari masing-masing segmen untuk mewujudkan agendanya.

b. Penjaminan Hak:Patahnya Interaksi Timbal Balik.

Sebagaimana dijelaskan di awal tulisan ini, proses demokratisasi dinegeri ini dikondisikan oleh kecerobohan dalam menjaga asumsiasumsitersebut.Ketika rakyat tidak pernah cukup kuat terbingkaisebagai suatu pakta, yakni sebagai warga dan pemilik negara ini,maka tidak cukup jebakan bagi pejabat negara untuk memenuhituntan warganya.Ada sejumlah ilustrasi untuk menegaskan point ini.

Ketika vote mudah dibeli, tidak realistis, pembeli vote bertanggung jawab kepada voter melalui skema akuntabilitasyang telah dirancang.

Ketika penjaminan hak ini direduksi menjadi programprogrampembangunan, dan masyarakat tidak memilikikapasitas untuk menilai kinerja pemerintah maka pemerintahtetap mengklaim telah menjamin hak-hak rakyat meskipunprogram-program tersebut terus-menerus gagal ataukinerjanya buruk.

Singkatnya, ketika langkah-langkah lanjutan dalam prosesdemokrasi ditempuh dibawah asumsi-asumsi yang salah, parailmuwan lantas terheran-heran: hasil yang diharapkan tidakterwujud.

Tantangan yang harus dipecahkan adalam mengkondisikaninteraksi timbal balik, dimana masing-masing fihak (baik Negara maupun rakyat) sama-sama tidak bisa mengelak.Sinergi antaranegara-rakyat tidak harus bersifat zero-sum game, karenahubungan yang saling memperkuat tidaklah mustahil.Ada sejumlahteka-teki lanjutan yang harus dipecahkan.

c. Keluar dari Kenaifan.

Disamping persoalan asumsi, kesulitan dan kerumitan prosesdemokratisasi dikondisikan oleh cara berfikir yang legalisasi.Kalusul dalam dokumen hukum (perundang-undangan) bahwaIndonesia menganut faham demokrasi, dimaknai sebagai realitasosiologis.Hanya karena ada pasal dalam ketentuan perundangundanganyang berubah, seolah-olah Indonesia sudah berubah.

Hanya pasal-pasal tertentu menjamin hak rakyat, seolah-olah haktersebut sudah terpenuhi. Begitu naifnya kita meyakini bahwanegara, dengan tatanan struktural dan prosedur yang dicanangkan,bekerja secara otomatis, mengikuti norma hukum yangdicanangkan. Sudah sejak lama, Indonesia dikenal dan sepertinyabelum berubah dari statusnya sebagai negara lembek (soft state)atau negara lemah (weak state). Tidak sedikit bukti yangmenunjukkan bahwa negara ini tidak mampu mengimplementasikankeputusan-keputusan yang telah ditetapkannya sendiri, sebagaimana diisyaratkan dari kedua sebutan di atas. Kalaulahperaturan perundang-undangan diimplementasikan secara habishabisan,selalu saja ada kesenjangan antara norma yangdiberlakukan dengan realita yang senyatanya.

Dua pernyataan tersebut di atas memberi petunjuk kuat bahwaproblema demokratisasi di Indonesia berakar dari problemakeilmuan. Ada sejumlah kecerobohan dalam membayangkan (baca:menteorisasikan) demokrasi dan demokratisasi, dan kesulitandalam menstranformasikan gagasan itu ke dalam praktek seharihari.Oleh karena itu, refleksi keilmuan atas jalannya proses demokratisasi di negeri ini sangatlah penting dan mendesak. Dalammakalah ini, cakupannya dibatasi hanya pada persoalan penjaminanhak.

Tidak terpenuhinya hak-hak dasar rakyat, terlepas dari persoalanbagaimana mendefinisikan hal itu, adalah isyarat belum kuatnyafondasi demokrasi kita.Pemenuhan hak-hak dasar rakyat adalahpijakan penentu kuatnya tatanan politik yang kita sebut demokrasi.Pertanyaannya, siapa dan bagaimana memenuhinya !

Jawaban yang paling mudah dan lazim adalah: pemenuhan ituadalah tugas pemerintah. Caranya adalah: pemberdayaan. Jawabanini sepertinya tidak menyimpan persoalan.Namun kalaudirenungkan secara seksama, sebetulnya naif.

Pemerintah adalah organisasi kekuasaan. Siapapun yang duduk ditampuk kekuasaan, niscaya tidak akan melepas kekuasaan tanpaalasan yang memadai. Di satu sisi kita tahu bahwa dengan tidakmemenuhi hak-hak rakyat, pemerintah akan lebih nyamanberkuasa. Pemenuhan hak-hak dasar rakyat pada dasarkan akanmembuat repot dirinya sendiri. Misalnya, kalah hak dasar untuk mendapatkan penjelasan secara akurat tentang apa yang dilakukanpemerintah hendak dipenuhi, betapa repotnya para pejabatpemerintah. Nyatanya: laporan pertanggungjawaban publik toh tidak pernah dilaksanakan secara serius dan masyarakat juga tidakmenuntutnya.

3. PENUTUP

Sungguh sangat ironis.Artilulasi gagasan tentang pemenuhan hakhakdasar rakyat selama ini kok seperti rengengan anak kecil yangmeminta dibelikan mainan. Mengapa demikian ?Demokratisasi dinegeri ini tidak ditempuh dengan nalar pengembangan kedaulatanrakyat, basis rakyat untuk menjadi penentu jalannya pemerintahan.Demokrasi direduksi menjadi mengelolaan kompetisi untukmenduduki negara atau untuk menjadi penentu jalannyapemerintahan.Rakyat tertinggal di tengah-tengah perjalanandemokratisasi.

Pemenuhan hak-hak dasar rakyat, berimpitan dengan kedaulatanrakyat. Rakyat memang tidak tercerai berai sama sekali, melainkanterjerat dalam silang-mengilang fragmentasi di berbagai lapis. Untukitu, suatu bentuk konsolidasi negara harus diperjuangkan warganegara yang memiliki kesadaran kolektif.Yang diperlukan bukanhanya jaminan hukum bahwa hak-hak dasar rakyat telahdicanangkan dalam dikumen hukum melainkan tatanan yangmengkondisikan pejabat semaik dicintai rakyat justru karenakepedulian dan dedikasinya kepada rakyat.Yang diperlukanIndonesia bukan hanya penghormatan terhadap individu warganegara melainkan mengurai dan mengkonsolidasikan berbagaisilang-menyilang solidaritas tadi untuk menjadi tatanan yangfungsional, efektif dan efisien.

Demokratic governance harus diperjuangkan bersamaan denganefective governance.Untuk itu, perlu gerakan kerakyatan untukmengikis egoisme setelah membuktikan efective governance masihbisa diwujudkan.Tantangannya, bagaimana mengelola efektivitasgovernance yang telah berjalan jauh terseret oleh logika pasar.


* Disampaikan dalam Dialog dan Temu Ahli: Identifikasi danTelaah Ketimpangan Struktural Pencapaian Tata-Kelola Demokratis, yangdiselenggarakan oleh Partnership for Governance Reform di Bandung,tanggal 9-10 Juni 2011.

** Ketua Departemen Politik dan Pemerintahan pada Fakultas IlmuSosial dan Ilmu Politik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta


SHARE THIS POST   

6 komentar :

  1. SEJARAH SINGKAT TOKYO (東京).
    http://student.blog.dinus.ac.id/mataharilanangpanggulu/2016/10/13/sejarah-singkat-tokyo-%E6%9D%B1%E4%BA%AC/

    BalasHapus
  2. Cara Mudah Menyelesaikan Rubik 3×3 Untuk Pemula
    Halo Sobat studiblogger, pada artikel kali ini saya akan memberikan tutorial Cara MudahMenyelesaikan Rubik 3×3 Untuk Pemula. Bagi Anda yang baru bermain rubik mungkin menyelesaikannya terasa sulit, tapi jika kita tahu step-stepnya dan terus berlatih, maka akan terasa sangat mudah sekali. Silahkan Anda simak dan praktekkan step-step berikut ini.

    http://student.blog.dinus.ac.id/sasjepyusufal/2016/11/13/cara-mudah-menyelesaikan-rubik-3x3-untuk-pemula/

    BalasHapus
  3. Sekitar 12 juta orang tinggal di Tokyo dan ratusan ribu lainnya berpulang pergi setiap hari dari daerah sekitarnya untuk bekerja dan berbisnis di Tokyo. Tokyo adalah pusat politik, ekonomi, budaya dan akademis di Jepang serta tempat tinggal kaisar Jepang dan kursi pemerintahan negara, dan sekaligus merupakan pusat bisnis dan finansial utama untuk seluruh Asia Timur.
    http://student.blog.dinus.ac.id/mataharilanangpanggulu/2016/10/13/sejarah-singkat-tokyo-%E6%9D%B1%E4%BA%AC/

    BalasHapus
  4. Lumpia semarang adalah makanan yang berisi rebung muda, telur, dan daging ayam atau udang. Makanan ini pertama kali dibawa masuk ke Kota Semarang pada tahun 1930 oleh seorang pemuda Tiongkok bernama Jwa Dayu
    http://student.blog.dinus.ac.id/c11eddomarselo28/2016/10/19/5-top-jajanan-enak-di-kota-semarang/

    BalasHapus
  5. MENGENAL SISTEM PRODUKSI TOYOTA
    http://student.blog.dinus.ac.id/pujiamimutiara/2016/07/24/mengenal-sistem-produksi-toyota/

    BalasHapus